Musim Gugur (lagi)

Melbourne mulai masuk ke musim gugur sekarang. Musim gugur kedua kami disini. Pepohonan yang mulai siap-siap menggugurkan daunnya sampai tinggal ranting dan mencoklatkan jalanan dibawahnya menjadi ciri khas di musim gugur. Selain itu suhu juga mulai turun karena semakin mendekat ke bulan menggigil.

Musim gugur kali ini diawali dengan beberapa hal dalam kehidupan kami. Mulai dari menandatangani sesuatu yang akan menjadi langkah awal kami disini sampai ke isu MLM yang sedang heboh di Australia. Di negara ini MLM dianggap ilegal, so be careful when dealing with this one because of scam and fraudulent money game despite the fact that it is ilegal or not.

2 hari lalu, tepat tanggal 1 Maret dimana musim gugur dimulai, saya mendapatkan telepon dari seseorang di sebuah untuk sesuatu, nahh… bingung kan… nanti saja saya ceritakan ya kalau sudah benar-benar pasti terjadi. Yang pasti hal ini kalau sampai jadi akan menjadi lompatan berikutnya.

Banyak kawan mengatakan jika saya orang yang beruntung dan pasti bahagia sekarang karena berhasil membawa impian saya ke tanah kangguru dan mewujudkannya, bisa benar bisa juga tidak. Eitss… sebentar… bisa juga tidak bukan berarti saya tidak bahagia disini.

Saya sebetulnya ingin bertanya balik kepada mereka, apa itu bahagia menurut kalian?

Mencapai impian memang membuat kita bahagia, tapi… tahukah kalian berapa banyak pengorbanan dibelakangnya yang bisa saja membuat kita tidak bahagia?

Bahagia itu sendiri menurut saya bukan mengenai apa yang kita kejar dan kita capai. Tapi lebih kepada siapa diri kita daripada apa yang kita miliki. Bahagia itu bukan sebuah tujuan tapi perjalanan. Dan lebih jauh dari itu… kebahagiaan itu bukan sebuah ketergantungan atau tergantung pada sesuatu tapi sebuah keputusan.

Bahagia atau tidak kembali kepada kita ingin bahagia atau tidak.

Dulu selama saya masih di Jakarta, ada 1 orang Ibu yang sangat baik membimbing saya, beliau selalu mengingatkan untuk melepaskan rasa sakit yang berada dibawah alam sadar saya karena pengalaman sulit saya dimasa lalu terutama di saat-saat kehilangan Papa dan Kakak saya. Saya saat itu tidak mengerti, sadar dan merasa saya tidak memiliki rasa sakit itu walaupun beliau bisa melihatnya melalui tingkah tanduk saya dsb nya.

Sampai suatu hari… saya berada dititik dimana saya sadar jika saya harus berdamai dengan keadaan itu, saya harus mau menerima bukan menolak, harus berani memaafkan bukan berusaha melupakan. Di titik itulah saya merasa lebih bahagia walaupun saya dalam posisi harus pulang dari Melbourne di tahun 2015 lalu.

Sejak saat itu saya menyadari jika selama ini saya mengejar titik yang salah, karena apa yang saya kejar sudah ada dikeseharian saya dan yang saya butuhkan adalah memutuskan untuk menerima dan menikmatinya, itulah bahagia.

Lalu apakah saya bahagia sekarang? Tentu, kami bahagia dan sangat bersyukur. Tapi terlepas dari dimana kami tinggal dan berada, terlepas dari apa yang kami miliki dan tidak, terlepas dari impian apa yang kami capai dan tidak, kami tetap bisa bahagia karena bahagia itu adalah keputusan dan kita sendiri.

Selamat berakhir pekan kawan… saya mau sarapan dan siap-siap dulu karena hari ini kami akan mengambil martabak manis pesanan istri di Mitcham sana… yipieee… bahagianya bentar lagi bisa makan martabak hahaha…. simple kan bahagia itu, hanya perlu ketawa dan bersyukur setiap hari 🙂